I.
Tiga Pelaku / Aktor dalam Perekonomian Indonesia
A. PEMERINTAH
a. Pemerintah
sebagai pelaku ekonomi yaitu harus sebagai penyedia fasilitas :
1) Pemerintah melalui Bank Indonesia
memberikan bantuan dana kepada
Bank Bank yang sedang mengalami
kesulitan dana.
2) Memberikan bantuan modal kepada koperasi,
usaha kecil, usaha menengah
yang sedang berkembang.
3)
Membantu memasarkan hasil produksi perusahaan gula dan beras
melalui perum bulog.
4) Pemerintah melalui departemen pekerjaan
umum (PU) menyediakan
prasarana berupa jalan dan jembatan
untuk membantu proses
pendistribusian produk badan usaha.
5) Pemerintah mengimpor kedelai dari brasil
untuk menjamin ketersedian
bahan baku perusahaan kecap dan produsen
tempe.
b. Pemerintah sebagai pengatur ekonomi
bertugas mengatur badan usaha agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perhujudan peran sebgai pengatur ekonomi dapat dilihat memlalui beberapa
peraturan dan kebijakan pemerintah sebagai berikut :
1. Pemerintah mellui UU No,5 tahun 1999 mengatur
larangan praktik monopoli dan persaing tidak sehat. Pada UU ini pemerintah mengatur
persaingan usaha yang sehat menjamin adanya kepastian kesampatan berusaha yang
sama baik bagi pelaku usaha besar, menengah, kecil.
2. Melelui UU No, 25 tahun1992 pemerintah mengatur
kegiatan koperasi, dlam UU ini diatur segala sesuatu yang berkaitan dengan koperasi mulai dari tata cara pendirian,
kperasi onalisasi, tata cara pembubaran koperasi.
3. Pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP) No,16
tahun1997 mengatur tentang waralaba. PP ini menmgatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan tata cara penyelenggaraan waralaba.
4.
Pemerintah
mengatur pemanfaatan tenaga nuklir PP No,64 tahun 2000 pada PP in di atur
tentang segala sesuatu berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir, mulai dari
perizinan, tata cara pemanfaatan, pengolahan limbah, kewajiban dan penanggung
jawab pemegang izin
B. KOPERASI
Pembangunan
koperasi mengalami kemajuan yang cukup mengembirakan jika diukur dengan jumlah
koperasi, jumlah anggota, aktiva dan volume usaha.
Pada
masa sekarang secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan kelembagaan
yang mengairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala
untuk pengembangannya sebagai badan usaha. Hal ini perlu memperoleh perhatian
dalam pembangunan usaha koperasi pada masa mendatang.
Peran
koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: (1)
kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor,
(2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam
pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta
pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca
pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan
menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi
fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa mendatang.
Pemberdayaan
koperasi secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu
menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi
nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat
kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan
masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di
bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia
lainnya.
Sulit
mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan
tingkat pengangguran yang tinggi. Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika
terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat, serta sulit mewujudkan keadilan
hukum jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif masih sangat nyata.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran koperasi antara lain :
Membangun
dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khusunya dan
masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
Berperan
serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
Memperkokoh
perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
Berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Pada
masa ini pembangunan koperasi kurang mendapat perhatian karena koperasi kurang
memperlihatkan kinerja dan citra yang
lebih baik dari masa sebelumnya.Keadaan ini merupakan salah satu bukti bahwa
komitmen pemerintah masih kurang dalam pembangunan koperasi. Pembangunan adalah
suatu proses yang harus berkelanjutan dan tersistem. Pertanyaan berikutnya
bagaimana prospek koperasi pada masa datang.Jawabannya adalah sangat prospektif jika koperasi yang mempunyai jatidiri .
Koperasi yang mempraktekkan
prinsip-prinsip koperasi dalam
organisasi dan usahanya. Koperasi sebagai badan usaha, organisasi dan kegiatan usahanya harus dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip koperasi.Karena prinsip koperasi merupakan garis-garis penuntun yang digunakan oleh koperasi untuk
melaksanakan nilai-nilai dalam praktek seperti (1) keanggotaan sukarela dan
terbuka, (2) pengendalian oleh anggota
secara demokratis, (4) partisipasi ekonomi anggota,(5) pendidikan,pelatihan dan
informasi , (6) kerjasama diantara koperasi dan (7) kepedulian terhadap
komunitas.
Jika
Koperasi mampu mengimplementasikan jati
dirinya, koperasi akan mandiri, mampu bersaing dengan kekuatan eonomi lainnya
,mampu memproduksi produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar di dalam dan luar
negeri. Dilihat dari dasar hukum yang
tertuang dalam Undang-Undang 1945, Koperasi memperoleh hak untuk hidup dan
perkembangan di Indonesia. Koperasi yang sudah dibangun selama ini juga
jumlahnya sudah cukup besar. Jumlah ini merupakan aset yang harus dipelihara
dan diberdayakan agar dapat berkembang membantu pemerintah untuk memerangi
kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja. Jika sekarang masih banyak koperasi
yang tumbuh belum mampu mencapai tujuan
bersama anggotanya,mereka harus diberdayakan melalui pendidikan. Pendidikan
adalah usaha sadar untuk meningkatkan kemampuan memahami jati diri dan menerapkannya. Disinilah
peranan pihak ketiga termasuk pemerintah untuk dapat membangun mereka mencapai tujuannya baik sebagai mediator,fasilitator maupun sebagai
kordinator.
Dengan
demikian pembangunan koperasi perlu diteruskan, karena pembangunan adalah
proses, memerlukan waktu dan ketekunan serta konsistensi dalam
pelaksanaan,berkesinambungan untuk mengatasi semua masalah yang muncul seperti
masalah kemiskinan , jumlah pengangguran. yang
semakin banyak.
Perkembangan
koperasi secara nasional di masa datang diperkirakan menunjukkan peningkatan
yang signifikan namun masih lemah secara kualitas. Untuk itu diperlukan komiten
yang kuat untuk membangun koperasi yang mampu menolong dirinya sendiri sesuai
dengan jatidiri koperasi. Hanya koperasi yang berkembang melalui praktek
melaksanakan nilai koperasi yang akan mampu bertahan dan mampu memberikan
manfaat bagi anggotanya. Prospek koperasi pada masa datang dapat dilihat dari
banyaknya jumlah koperasi, jumlah
anggota dan jumlah manajer, jumlah
modal,volume usaha dan besarnya SHU yang telah dihimpun koperasi, sangat
prosfektif untuk dikembangkan. Model pengembangan koperasi pada masa datang
yang ditawarkan adalah mengadobsi koperasi yang berhasil seperti Koperasi
Kredit, Koperasi simpan pinjam dan lainnya
dan Model Pengembangan Pemecahan Masalah sesuai dengan kondisi koperasi
seperti penataan kelembagaan koperasi
yang tidak aktif dan koperasi aktif tidak melaksanakan RAT. Untuk memberdayakan
koperasi baik yang sudah berjalan dan tidak aktif perlu dibangun sistem pendidikan yang terorgniser dan harus dilaksanakan secara
konsesten untuk mengembangkan organisasi, usaha dan mampu bersaing dengan
pelaku usaha lainnya.Inilah salah satu nilai koperasi yang tidak ada pada
organisasi lain yang perlu terus dilaksanakan dan dikembangkan.
Karena
pembangunan koperasi adalah proses memerlukan waktu panjang, konsestensi,
komitmen dan kesabaran yang cukup
tinggi. Koperasi tidak bisa dibangun dalam waktu singkat dan parsial
C. SWASTA
a.
Membantu Membuka Kesempatan Kerja
Kesempatan Kerja adalah
kesempatan yang tersedia bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
menjadi sumber pendapatan bagi yang melakukannya. Kesempatan kerja disebut juga
lapangan pekerjaan. Dengan tersedianya kesempatan kerja, akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat. Masalah yang dihadapi pemerintah sekarang
adalah kurang tersedianya kesempatan kerja sehingga banyak pengangguran.
b.
Membantu Meningkatkan atau menambah Pendapatan Negara.
Melalui usaha-usaha yang
dilakukan oleh pihak swasta banyak sekali barang dan jaa yang dihasilkan sehingga
akan menambah produksi nasional. dengan membuka kesempatan kerja, badan usaha
swasta banyak menyerap tenaga kerja sehingga mampu menambah pendapatan nasional
dan membantu pemerintah dalam memperlancar perekonomian nasional.
II.
Apa penyebab terjadinya Ketimpangan Ekonomi
A.
Penyebab Ketimpangan Ekonomi
Berdasarkan
data yang diperoleh terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kian meningkat,
namun tidak diiringi dengan penurunan Gini Ratio sehingga terjadi ketimpangan
multi dimensi antar wilayah antar sektor antar kelompok pendapatan. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi juga tidak dibarengi
penurunan signifikan angka kemiskinan dan pengangguran, karena kue nasional
terkonsentrasi pada kelompok 20% terkaya. Peningkatan pangsa kue dalam kelompok
20% terkaya dalam distribusi pendapatan nasional dibarengi penciutan pangsa 40% penduduk termiskin.
Usaha pemerintah sudah baik dengan menyebarkan
pembangunan, namun setelah 12 tahun otda, sasaran untuk mendekatkan
pelayanan kemasyarakat dan memperbaiki akses penduduk miskin pada kebutuhan
dasar secara umum belum tercapai. Ini tercermin dari tren angka kemiskinan di
daerah. Menurut Erani Yustika, ketimpangan pembangunan berawal dari kesenjangan
penguasaan aset, seperti modal dan lahan. Berdasarkan data BPN, ketimpangan
lahan saat ini berada dikisaran 0,54 (Gini Ratio). Sekitar 70% asset ekonomi
berupa tanah, tambak, kebun, dan property di Negara ini hanya dikuasi oleh 0,2%
penduduk.
Erani
melihat pembangunan yang dijalankan Indonesia selama ini tidak menuju kearah
yang benar karena kebijakan yang diambil
tidak focus dan sarat akan kepentingan kelompok. Agenda pembangunan telah dibajak oleh kepentingan
politik, sehingga pembangunan terkonsentrasi pada daerah atau golongan tertentu
saja sehingga memunculkan kesenjangan kesejahteraan. Pemerintah juga di dikte pihak luar dalam agenda –
agenda pembangunan dan banyak agenda yang diambil kerap kali terlepas dari
bingkai besar kebijakan nasional, contohnya kebijakan mobil murah. Masalah
ketimpangan menurut Erani tidak pernah teratasi karena pemerintah lebih
banyak bermain ke hilir padahal masalah
ketimpangan ada di hulu. Insentif kebijakan yang dibuat tak tersusun baik
sehingga sektor-sektor terntu, seperti pangan dan non minyak bumi mengalami
kehancuran. Partisipasi juga tidak dibuka secara lebih luas sehingga akses dan
keadilan tidak menyentuh semua kelompok. Aspek kelembagaan juga tidak didesain
engan lengkap dan ditegakkan secara penuh.
Menurut
Joseph E Stiglitz dalam bukunya The Price of Inequality, mengungkapkan bahwa
ketimpangan pendapatan lebih sering terjadi sebagai akibat keputusan politis
ketimbang konsekuensi dari pekerjanya kekuatan pasar atau makro ekonomi.
Artinya, ketimpangan adalah buah dari kebijakan pemerintah sendiri.
B.
Upaya Pemerintah Mengatasi Ketimpangan Ekonomi
Banyak
langkah yang sudah ditempuh pemerintah untuk mengurangi ketimpangan termasuk
melalui program transmigrasi, percepatan pembangunan kawasan tertinggal,
pengembangan kawasan ekonomi khusus yang dimaksudkan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi melalui ekspor
produksi industri khusus dan liberalisasi perdagangan. Selain itu
pembentukan kawasan perdagangan bebas
dan pelabuhan bebas. Lalu kawasan perngembangan ekonomi terpadu dan kerja sama
subekonomi regional terakhir Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) Intinya, menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah,
meningkatkan integrasi dan interkonektivitas seluruh wilayah di Indonesia
sehingga terjadi pemerataan pembangunan. Namun,
banyak program tersebut terhenti ditengah jalan dan banyak juga kritik
yang ditujukan pada MP3EI. Untuk mengatasi ketimpangan perlu komitmen yang kuat
dan suatu formula, pendekatan, inovasi, terobosan baru, mulai dari perubahan
paradigma kebijakan pembanguna, ditopang kelembagaan yang mapan, infrastruktur
dan insentif yang mendukung dan pengawasan ketat dan inmplementasi dilapangan.
Selain itu pemerintah dalam menetukan agenda pembangunan jangan sampai
mementingkan kepentingan politik, kartel usaha dan pihak luar.
III.
OTONOMI DAERAH
A. Latar Belakang Otonomi Daerah
Otonomi
daerah di Indonesia lahir di tengah gejolak sosial yang sangat massif pada
tahun 1999. Gejolak sosial tersebut didahului oleh krisis ekonomi yang melanda
Indonesia di sekitar tahun 1997. Gejolak sosial yang melanda Negara Indonesia
di sekitar tahun 1997 kemudian melahirkan gejolak politik yang puncaknya
ditandai dengan berakhirnya pemerintahan orde baru yang telah berkuasa selama
kurang lebih 32 tahun di Indonesia.
Setelah
runtuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, mencuat sejumlah permasalahan
terkait dengan sistem ketatanegaraan dan tuntutan daerah-daerah yang selama ini
telah memberikan kontribusi yang besar dengan kekayaan alam yang dimilikinya.
Wacana otonomi daerah kemudian bergulir sebagai konsepsi alternatif untuk
menjawab permasalahan sosial dan ketatanegaraan Indonesia yang dianggap telah
usang dan perlu diganti. Inilah yang menjadi latar belakang otonomi daerah di
Indonesia.
Di
balik itu semua ternyata ada banyak faktor yang menjadi latar belakang otonomi
daerah di Indonesia. Latar belakang otonomi daerah tersebut dapat dilihat
secara internal dan eksternal.
Latar
Belakang Otonomi Daerah secara Internal dan Eksternal
Latar
belakang otonomi daerah di Indonesia berdasarkan beberapa referensi dapat
dilihat dari 2 aspek, yaitu aspek internal yakni kondisi yang terdapat dalam
negara Indonesia yang mendorong penerapan otonomi daerah di Indonesia dan aspek
eksternal yakni faktor dari luar negara Indonesia yang mendorong dan mempercepat
implementasi otonomi daerah di Indonesia.
Latar
belakang otonomi daerah secara internal, timbul sebagai tuntutan atas buruknya
pelaksanaan mesin pemerintahan yang dilaksanakan secara sentralistik. Terdapat
kesenjangan dan ketimpangan yang cukup besar antara pembangunan yang terjadi di
daerah dengan pembangunan yang dilaksanakan di kota-kota besar, khususnya
Ibukota Jakarta. Kesenjangan ini pada gilirannya meningkatkan arus urbanisasi
yang di kemudian hari justru telah melahirkan sejumlah masalah termasuk
tingginya angka kriminalitas dan sulitnya penataan kota di daerah Ibukota.
Ketidakpuasan
daerah terhadap pemerintahan yang sentralistik juga didorong oleh massifnya
eksploitasi sumber daya alam yang terjadi di daerah-daerah yang kaya akan
sumber daya alam. Eksploitasi kekayaan alam di daerah kemudian tidak berbanding
lurus dengan optimalisasi pelaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Bahkan pernah mencuat adanya dampak
negatif dari proses eksploitasi sumber daya alam terhadap masyarakat lokal. Hal
inilah yang mendorong lahirnya tuntutan masyarakat yang mengingingkan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerah sendiri dan menjadi salah satu
latar belakang otonomi daerah di Indonesia.
Latar-Belakang-Otonomi-Daer
Selain latar belakang otonomi daerah secara
internal sebagaimana dimaksud diatas, ternyata juga terdapat faktor eksternal
yang menjadi latar belakang otonomi daerah di Indonesia. Faktor eksternal yang
menjadi salah satu pemicu lahirnya otonomi daerah di Indonesia adalah adanya
keinginan modal asing untuk memassifkan investasinya di Indonesia. Dorongan
internasional mungkin tidak langsung mengarah kepada dukungan terhadap
pelaksanaan otonomi daerah, tetapi modal internasional sangat berkepentingan
untuk melakukan efisiensi dan biaya investasi yang tinggi sebagai akibat dari
korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.
Agenda
reformasi jelas menjanjikan hal itu, yakni terjadinya perubahan dalam sistem
pemerintahan yang sarat dengan KKN menjadi pemerintahan yang bersih dan pada
gilirannya akan lebih terbuka terhadap investasi asing.
B. Keluhan dan Tantangan dalam
bisnis Otonomi Daerah
Pembangunan
ekonomi saat ini di Indonesia selama pemerintahan orde baru lebih terfokus pada
pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membuat daerah di tanah air berkembang
dengan baik. Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil
pembangunan selama ini lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota .
Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup
tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun (hingga krisis
terjadi). Namun,dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan ekonomi antar propinsi makin membesar.
Di
era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar kewenangan pemerintahan
dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan
tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan
bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan dan pemerataan.
Berangkat
dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti
kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya
kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam
kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk
secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah
bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki
inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan
antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa
dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi
atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek
ini adalah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan
di daerah.
Pelibatan
masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu:
1. Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor
resistensi masyarakat terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini
dapat terjadi karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan
keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
2. Pelibatan masyarakat akan meringankan beban
pemerintah daerah (dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam
mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat
merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan
begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila
suatu saat ada beberapa hal yang dipandang salah.
3. Pelibatan masyarakat akan mencegah proses
yang tidak fair dalam implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan
upaya menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.
Perubahan-perubahan
yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh jadi
menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan
otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab
dan kewajiban daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu
untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan
dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka
pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan
dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya
bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat
bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung
dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih
dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke
daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi.
Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik
yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian
daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan daerah dalam membina
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di
daerah. Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah
dalam mencari dan mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini
cenderung dilihat sebagai sumber prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan
dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini dapat menimbulkan pula ego
kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga melupakan
kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan
pemerintahan di daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang
sebenarnya.
Otonomi
menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di
bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan
berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah
perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan
daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat
dan daerah serta antar daerah.
Disamping
peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah
tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan
otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi
oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap
pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh
kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan
otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam
implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang
dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat
terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan
kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil. Kemungkinan
munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal
tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu
sendiri.
IV.
Apa saja yang menjadi kendala dalam Perekonomian
Indonesia saat ini ?
1.
Rendahnya Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi suatu negara merupakan salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk
mengukur keberhasilan pembangunan negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat melalui tingkat produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan selama
satu periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia
sering terkendala masalah modal dan investasi. Indonesia masih bergantung pada
modal dari investasi pihak asing untuk menunjang kegiatan ekonominya.
Lambatnya
pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi naiknya harga minyak dunia. Kenaikan harga
minyak dunia merupakan akibat langkanya minyak mentah. Kelangkaan disebabkan
menipisnya cadangan minyak serta terhambatnya distribusi minyak. Kenaikan harga
minyak menyebabkan harga barang pokok lain ikut naik. Akibatnya, daya beli
masyarakat menjadi berkurang dan terjadi penurunan kegiatan ekonomi masyarakat.
2.
Kemiskinan
Kemiskinan
merupakan keadaan masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan hidup meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan sebagai akibat berkurangnya pendapatan masyarakat secara
riil. Masyarakat mengalami penurunan daya beli barang-barang kebutuhan pokok
secara umum. Akibatnya, masyarakat tidak dapat hidup secara layak sehingga
taraf hidupnya menurun.
Berdasarkan
data BPS bulan Maret 2012 jumlah penduduk yang berada dalam garis kemiskinan
berjumlah sekitar 29,13 juta orang (11,96%). Jumlah ini berkurang sebanyak 0,89
juta orang dari periode yang sama tahun sebelumnya. Menurunnya angka kemiskinan
ditunjang adanya penurunan harga komoditas makanan sedikit lebih besar
dibandingkan peranan komoditas bukan makanan.
3.
Pengangguran
Secara
umum pengangguran diartikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja.
Pengangguran merupakan rantai masalah yang dapat menimbulkan beberapa
permasalahan pada suatu negara. Pengangguran disebabkan jumlah angkatan kerja
yang tidak seimbang dengan jumlah lapangan kerja/kesempatan kerja. Akibatnya,
banyak angkatan kerja yang tidak dapat terserap dalam lapangan pekerjaan
sehingga menimbulkan pengangguran.
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja di Indonesia tahun 2012
mencapai 120,4 juta jiwa. Sementara itu, jumlah pengangguran pada bulan
Februari 2012 sebanyak 7,61 juta jiwa turun dari tahun sebelumnya sebanyak 7,7
juta jiwa. Hal ini diharapkan sebagai indikasi yang baik mengenai perbaikan
keadaan ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk mencapai harapan tersebut,
pemerintah perlu mengusahakan kebijakan di bidang ketenagakerjaan, misalnya
perbaikan kualitas tenaga kerja / sumber daya manusia, menciptakan lapangan
pekerjaan, mendorong tumbuhnya investasi dan modal, menyediakan informasi
lapangan pekerjaan, serta memberikan pelatihan dan keterampilan bagi tenaga kerja.
4.
Kesenjangan Penghasilan
Penghasilan
digunakan masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Dalam masyarakat
untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Dalam masyarakat terdapat kelompok
masyarkat dengan penghasilan tinggi dan kelompok masyarakat dengan penghasilan
rendah. Masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya mulai dari kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier. Sementara itu,
kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan rendah tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya meskipun kebutuhan yang paling dasar.
Perbedaan
kelompok masyarakat dengan penghasilan tertentu menimbulkan permasalahan
kesenjangan penghasilan. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah dalam
memeratakan penyaluran distribusi pendapatan. Hal ini dilakukan untuk meratakan
kemampuan masyarakat dalam menikmati hasil pembangunan. Selain itu, upaya
pemerintah dalam meratakan penghasilan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan
dan kecemburan sosial masyarakat.
5.
Inflasi
Berdasarkan
data BPS, inflasi Indonesia pada tahun 2011 sebesar 3,79%. Inflasi yang terjadi
di Indonesia disebabkan tingginya permintaan agregat, sementara permintaan
barang dan jasa tidak diimbangi dengan kemampuan produksi dan kenaikan biaya
produksi. Inflasi ditandai oleh kenaikan harga barang dan jasa secara
keseluruhan. Hal ini akan menimbulkan penurunan daya beli masyarakat terhadap
barang dan jasa. Inflasi berdampak pada lesunya kegiatan perekonomian,
kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, melemahnya nilai
rupiah, dan ketidakstabilan perekonomian negara. Berdasarkan sumbernya inflasi
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi tarikan permintaan dan inflasi
dorongan biaya.
6. Hutang Luar Negeri
Indonesia
memiliki hutang luar negeri yang sangat banyak yakni lebih dari USD 100 miliar.
Setiap kementerian mempunyai hutang. Indonesia adalah negara dengan hutang luar
negeri terbesar ke-3 di dunia setelah Brazil dan Meksiko. Hutang yang terus
menumpuk tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah perekonomian seperti
nilai mata uang Rupiah yang terus menurun.
7.
Defisit Anggaran
APBN
Indonesia selalu mengalami defisit. Defisit adalah saat ketika anggaran belanja
lebih tinggi dari anggaran pendapatan. Itulah salah satu alasan kenapa hutang
negara kita terus menumpuk. Penyebab utamanya adalah korupsi, perilaku
pemerintah yang sangat boros anggaran, dan subsidi yang tidak tepat sasaran.
8.
Ketidakmampuan Industrial
Industri
di Indonesia kebanyakan hanya merakit barang saja. Kalaupun ada industri besar,
industri tersebut pasti milik asing. Perindustrian masih sangat bergantung pada
ekonomi, bahan baku, dan teknologi asing. Padahal kita memiliki sumber daya
alam dan sumber daya manusia yang sangat besar. Namun karena kita tidak dapat
mengelolanya dengan baik, maka kita harus meminta bantuan asing. Akibatnya,
sebagian keuntungan dibawa ke luar negeri sedangkan Indonesia hanya mendapatkan
pendapatan dari pajak dan upah buruh saja.
9.
Ketidakmampuan Mengelola Sumber Daya Manusia
Walaupun
penduduk Indonesia terbanyak ke-4 di dunia, namun kualitasnya masih sangat
buruk. Sehingga Indonesia selalu kekurangan para ahli dan harus mendatangkannya
dari luar negeri. Sedangkan kebanyakan orang Indonesia yang bekerja di luar
negeri hanya bisa menjadi pembantu saja.
10.
Penguasaan Iptek yang Kurang
Penguasaan
iptek di Indonesia juga masih sangat kurang. Ini disebabkan karena jumlah
tenaga ahli di Indonesia masih sangat sedikit. Kalaupun ada, mereka lebih
memilih untuk bekerja di luar negeri karena penghasilannya jauh lebih tinggi. Penguasaan
iptek yang kurang menyebabkan Indonesia tidak bisa mengelola kekayaan alamnya
sendiri.
11.
Korupsi
Korupsi
menjadi masalah serius di negeri ini. Hampir di semua bidang terjadi korupsi
dan suap-menyuap baik itu “kelas teri” maupun “kelas kakap”. Akibatnya
bermacam-macam, mulai dari program pemerintah yang menjadi kacau, penegakan
hukum menjadi lemah, dan pemborosan anggaran.
12.
Masalah Pangan
Ketidakmampuan
pemerintah dalam mengendalikan harga pangan membuat harga pangan terus meroket
terutama sembako. Ditambah lagi dengan semakin sempitnya lahan pertanian akibat
alih fungsi lahan. Sangat ironis memang mengingat Indonesia adalah negara
agraris yang sangat subur. Kesejahteraan petani yang kurang diperhatikan
menjadi salah satu penyebabnya. Untuk memenuhi kebutuhan pangan saat ini,
pemerintah harus mengimpornya dari luar negeri.
13.
Pembangunan yang Cenderung Tersentralisasi
Indonesia
memang sedang pesat-pesatnya membangun. Tetapi yang disayangkan adalah kenapa
hanya kawasan tertentu saja yang dibangun sedangkan daerah lain ditinggalkan
begitu saja. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan daerah
perkotaan menjadi semakin padat. Jika pemerintah melakukan pembangunan secara
merata, maka setiap daerah akan berkembang lebih cepat dan itu juga bisa
mempercepat kemajuan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment