Gunadarma University

Gunadarma University

Tuesday 26 May 2015

AFTA, ACFTA, dan MEA # SOFTKILL Perekonomian Indonesia

PEREKONOMIAN INDONESIA

Disusun Oleh:

                                Kelas       : 1EB34
No.          Nama                                  NPM
1.           Aska Yoel Tambajong         21214741
2.            Muhamad Rajip Nazali       26214985
3.            Rizky Kautsar Darmawan   29214699









Universitas Gunadarma
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat & karunia-Nya pada kami, sehingga alhamdullillah kami dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Perekonomian Indonesia” yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari mengenai perekonomian Indonesia.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih  sebesar-besarnya kepada:
         • Kedua orang tua yang telah memberikan motivasi sampai selesainya makalah ini.
         • Bapak R.Hardadi, selaku dosen mata kuliah “Perekonomian Indonesia”.
         • Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
   
Terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Bekasi, 21 Mei 2015
Penyusun   




DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................... ii
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang  ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 1
Bab II. Pembahasan
2.1 Bonus Demografi ........................................................................................................... 2
2.2 Memetik Manfaat Bonus Demografi ............................................................................. 3
2.3 AFTA  ............................................................................................................................ 6
2.4 ACFTA .......................................................................................................................... 11
2.5 MEA .............................................................................................................................. 16
Bab III. Penutup
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 19
3.2 Saran .............................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 20





 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dengar kata bonus demografi, apa yang pertama kali terbayang di benak anda? Bonus artinya keuntungan, kelebihan. Demografi...berasal dari kata 'demos' berarti rakyat/penduduk. So..demografi artinya kelebihan jumlah penduduk gitu?? Kalau artinya digabung emang gitu. Tapi arti sebenarnya dari bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya Angka Ketergantungan sebagai hasil dari penurunan fertilitas jangka panjang (Wongboonsin, dkk.2003). Menurut Mason (2001) bonus demografi adalah dampak transisi demografi yang menurunkan proporsi umur penduduk usia kerja, menjelaskan hubungan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Bonus demografi disebut juga dengan “demographic dividend” yang menurut John Ross (2004) terjadi karena penurunan kelahiran yang dalam jangka panjang menurunkan proporsi penduduk muda sehigga investasi pemenuhan kebutuhannya berkurang, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Bonus demografi sering dikaitkan dengan suatu kesempatan yang hanya terjadi satu kali saja bagi semua penduduk negara yaitu the window of opportunity. Kesempatan yang ada berkaitan dengan bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal antara jumlah penduduk yang produktif dan yang tidak produktif. Pada saat itu angka ketergantungan adalah yang terrendah, biasanya terletak di bawah 50 persen. The window of opportunity ini tidak terjadi selamanya melainkan hanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat, satu atau dua decade saja. Ini disebabkan karena dalam perjalanan transisi demografi, harapan hidup yang terus meningkat akan meningkatkan jumlah lansia di atas 65 tahun  sehingga rasio ketergantungan akan meningkat lagi. Jadi terbukanya the window of opportunity yang menyediakan kondisi ideal untuk meningkatkan produktivitas ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah suatu Negara apabila ingin meningkatkan kesejahteraan penduduknya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Jelaskan mengenai bonus demografi?
2.      Jelaskan mengenai AFTA, ACFTA, dan MEA?

1.3  Tujuan Masalah
1.      Supaya kita bisa mengetahui tentang bonus demografi.
2.      Supaya kita menambah wawasan mengenai pengetahuan yang dibahas dalam makalah ini.
3.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Perekonomian Indonesia”.
                                                               
                                                                 
                                                                      
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Bonus Demografi
Indonesia diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalah Bonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Berdasarkan paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta. Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020. Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030? Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing. Permasalah pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang.




Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia! Kenyataannya pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak dijadikanunderlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.
Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri. Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.

2.2    Memetik Manfaat Bonus Demografi
Indonesia sedang mengalami “bonus demografi”. Kondisi ini memberikan keuntungan ekonomi berupa ledakan jumlah penduduk usia kerja, terutama angkatan kerja muda. Struktur penduduk didominasi kelompok usai produktif (usia 15-64 tahun). Akibatnya, angka beban tanggungan penduduk usia produktif (dependency ratio) menurun. Jika dimanfaatkan dengan baik, keuntungan tersebut bakal mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Bonus demografi yang sedang dialami Indonesia merupakan buah dari keberhasilan dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk selama empat dekade terakhir (transisi demografi). Tingkat kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) terus menurun secara konsisten dari sekitar 5,6 (setiap wanita usia 15-49 tahun/subur rata-rata akan mempunyai 5-6 anak hingga akhir masa reproduksinya) pada tahun 1970an menjadi 2,49 pada tahun 2010. Penurunan tersebut memberi konfirmasi mengenai keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) yang mulai dijalankan pada 1970an.
Pada saat yang sama, keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berhasil menekan angka kematian bayi dari sekitar 145 kematian untuk setiap 1000 kelahiran hidup pada awal 1970an menjadi 21 kematian per 1000 kelahiran hidup pada 2010. Keberhasilan tersebut berbuah peningkatan angka harapan hidup dari sekitar 50 tahun menjadi 69,8 tahun pada periode yang sama, sehingga memicu transisi demografi. Transisi demografi tersebut merubah struktur umur penduduk Indonesia selama empat dekade terakhir: struktur penduduk didominasi kelompok usia produktif, khususnya angkatan kerja muda.

                                                                                                                                      
Mereka yang lahir pada periode angka kelahiran tinggi (dekade 70-80an) berhasil tetap hidup dan kini merupakan fraksi terbesar/mendominasi komposisi penduduk usia produktif. Hasil Sakernas menunjukkan bahwa 69,3 persen angkatan kerja pada Agustus 2013, yang jumlahnya mencapai 118,3 juta orang, merupakan penduduk kelompok usia 15-44 tahun.
Hasil proyeksi penduduk 2010-2035 yang diluncurkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2014 menunjukkan bahwa bonus demografi diperkirakan bakal berlangsung hingga dua dekade mendatang. Mulai tahun 2012, rasio ketergantungan di bawah 50, yakni 49,6. Artinya, untuk setiap 100 penduduk usai produktif harus menanggung 50 penduduk usia tidak produktif.
Angka beban tanggungan akan terus menurun hingga puncak bonus demografi terjadi pada tahun 2025 hingga 2035. Saat itu, angka beban tanggungan sekitar 47. Periode ini merupakan jendela peluang (window of opportunity) yang harus dimanfaatkan dengan baik untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi.
Setelah periode tersebut, Indonesia akan memasuki periode utang demografi (demographic debt) karena penuaan penduduk (ageing). Struktur penduduk bakal didominasi kelompok usia tua (65+ tahun), seperti yang sedang dialami mayoritas negara-negara maju saat ini.
Karena itu, Indonesia harus kaya sebelum menua dengan memanfaatkan jendela peluang yang bakal tercipta pada dekade mendatang. Bila tidak, Indonesia berpotensi menjadi negara berpenduduk besar— yang didominasi kelompok usia tua—dengan perekonomian yang tidak solid. Tentu saja hal tersebut merupakan mimpi buruk yang tak boleh menjadi kenyataan.
Jika Indonesia tidak mampu memanfaatkan jendela peluang tersebut dengan maksimal, momentum untuk membuat lompatan besar menjadi negara maju bakal terlewat. Repotnya, momentum tersebut tidak datang dua kali. Pakar Demografi Universitas Indonesia, Prof. Sri Moertiningsih, menyatakan: jendela peluang tersebut hanya akan terbuka (sekali) seumur hidup bangsa Indonesia.
Boleh jadi, kegagalan dalam mengelola dan memanfaatkan bonus demografi bakal menjadikan Indonesia terperangkap dalam jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Hal tersebut bisa terjadi jika pertumbuhan ekonomi nasional gagal dipacu dan mengalami stagnasi.
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia hingga kini masih berkategori lower-middle income economy dengan Pendapatan Nasional Bruto per kapita pada tahun 2013 mencapai US$3.580, atau masih jauh dari ambang batas PNB per kapita negara maju (high income economy) yang sebesar US$12.746.
Memetik Manfaat Ekonomi
Bonus demografi berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Struktur penduduk yang didominasi penduduk usia produktif (penduduk usia kerja) berpotensi meningkatkan tabungan masyarakat.

Hal ini dikarenakan menurunnya pendapatan yang dialokasikan untuk membiaya pengeluaran (konsumsi) penduduk usia muda (0-14 tahun). Jika diinvestasikan pada sektor produktif, tabungan tersebut akan memacu pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Untuk memetik manfaat bonus demografi, peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia harus menjadi prioritas utama mulai saat ini. Faktanya, sampai sekarang, kualitas penduduk usia kerja secara umum masih rendah. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan, pada Agustus 2014 sekitar 65 persen penduduk 15+ tahun yang bekerja hanya menamatkan pendidikan SD ke bawah dan/atau SMP.
Selain itu, meski angka partisipasi angkatan kerja cukup tinggi, yakni mencapai 66,6 persen, dan jumlah orang yang bekerja terus meningkat, sebagian besarnya (60 persen) bekerja di sektor informal. Padahal sektor ini identik dengan ketidakpastian pendapatan dan jaminan sosial. Sehingga, harapan untuk mempunyai tabungan apalagi melakukan investasi pada angkatan kerja di sektor informal sangat tipis.
Karena itu, investasi modal manusia (pendidikan) untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian penduduk usia kerja adalah sebuah keniscayaan. Meski butuh waktu yang lama untuk menuai hasilnya, hal ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia dalam dua dekade mendatang. Investasi di bidang kesehatan juga sangat krusial untuk membentuk pekerja yang sehat dan produktif. Karena itu, aspek kecukupan pangan, asupan gizi dan nutrisi, serta akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan harus menjadi fokus perhatian pemerintah.
Laporan Daya Saing Global 2014-2015 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia pada tahun lalu menyebutkan bahwa daya saing ekonomi Indonesia secara global berada pada peringkat 34 dari 144 negara. Di kawasan Asia Tenggara, peringkat Indonesia masih kalah dari Singapura (2), Malaysia (20), dan Thailand (32). Salah satu kelemahan Indonesia yang harus diperbaiki adalah kualitas sumber daya manusai (pendidikan dan kesehatan). Hal itu terlihat dari capaian Indonesia dalam soal kesehatan, pendidikan, dan keterampilan yang relatif tertinggal dari negara-negara lain.
Sementara itu, kekuatan daya saing perekonomian Indonesia berasal dari kondisi ekonomi makro yang relatif stabil dan kekuatan ekonomi Indonesia (market size) sebagai perekonomian terbesar ke-15 dunia (dari sisi Produk Domestik Bruto (PDB)). Keunggulan ini dapat dipelihari dan ditingkatkan jika Indonesia mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut, keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan dan mengelola bunus demografi yang sedang dialami menjadi sangat krusial.

                                                                                                                                        
Linieritas atau kebersinambungan pertumbuhan ekonomi harus dijaga dengan mendorong investasi. Pasalnya, investasi akan mendorong penciptaan lapangan kerja, sehingga ledakan jumlah penduduk usia kerja dapat diantisipasi dan ancaman lonjakan tingkat pengangguran bisa dihindari.
Karena itu, berbagai faktor yang selama ini menggerus daya saing Indonesia dan menghambat investasi, seperti infrastruktur yang buruk, inefisiensi birokrasi, korupsi, kesulitan dalam mengakses pinjaman perbankan untuk modal usaha, dan berbagai hambatan lainnya harus menjadi prioritas pemerintah untuk dibereskan.
Pada akhirnya, keberhasilan Indonesia dalam mengelola dan memanfaatkan bonus demografi membutuhkan upaya sinergis di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi serta tata kelola pemerintahan yang baik.
Dampak Bonus Demografi
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020.
Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
2.3    AFTA (Asean Free Trade Area)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya.Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception. 
GAMBARAN UMUM AFTA
1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
2. Tujuan dari AFTA
·         menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
·         menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
·         meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
3. Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia

Manfaat :
·         Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
·         Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
·         Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
·         Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
·          
Tantangan :
·         Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
4. Jangka Waktu Realisasi AFTA
·         KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
a.       Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
b.      Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
c.       Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
d.      Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
·         Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
·         Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
·         Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
·         Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).
5. Kriteria Suatu Produk Untuk Menikmati Konsesi CEPT
·         Produk terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di Negara tujuan maupun di negara asal, dengan prinsip timbale balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal.
·         Memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN Content lebih besar atau sama dengan 40%.
·         Perhitungan ASEAN Content adalah sebagai berikut :
 
Value of Undetermined Origin Materials, Parts of Produce
+

Value of Imported Non-ASEAN Material, Parts of Produce


X 100%<60%
FOB Price
·         Produk harus disertai Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
6. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA
a.       Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.
b.      CEPT  Produk List
·         Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
o    Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.
o    Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).
o    Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.
·         Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
·         Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.
·         General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.
7. Beberapa Protocol/Article yang dapat dipakai untuk mengamankan produk Indonesia
a.       Protocol Regarding the Implementation of the CEPT Scheme Temporary Exclusion List
Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk industri yang telah dimasukkan ke dalam IL terakhir tahun 2000 atau Last Tranche. Konsekuensi penarikan kembali suatu produk dari IL harus disertai dengan kompensasi.
b.      Article 6 (1) dari CEPT Agreement
Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk yang telah dimaukkan ke dalam Skema CEPT-AFTA, karena adanya lonjakan impor dari negara anggota ASEAN lainnya yang menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri.
c.       Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products.
Dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan produk yang diklasifikasikan ke dalam Highly Sensitive (seperti beras dan gula bagi Indonesia).
 8. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk

    a. Inclusion List
 
Negara Anggota AFTA
Jadwal Penurunan/Penghapusan
ASEAN -6
1.      Tahun 2003 : 60% produk dengan tarif 0%
2.      Tahun 2007 : 80% produk dengan tarif 0%
3.      Tahun 2010 : 100% produk dengan tarif 0%
Vietnam
1.      Tahun 2006 : 60% produk dengan tarif 0%
2.      Tahun 2010 : 80% produk dengan tarif 0%
3.      Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Laos dan Myanmar
1.      Tahun 2008 : 60% produk dengan tarif 0%
2.      Tahun 2012 : 80% produk dengan tarif 0%
3.      Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Kamboja
1.      Tahun 2010 : 60% produk dengan tarif 0%
2.      Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%

        b. Non Inclusion list
§  TEL harus dipindah ke IL
§  GEL dapat dipertahankan apabila konsisten dengan artikel 9 CEPT Agreement, yaitu untuk melindungi :
§  Keamanan Nasional
§  Moral
§  Kehidupan Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan kesehatan
§  Benda-benda seni, bersejarah dan purbakala

2.4    ACFTA (ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREMENT)

Pembentukan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan Republik Rakyat China mengenai Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China (“Framework Agreement”).
Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 5 November 2002 dan melahirkan tiga kesepakatan, yaitu Agreement on Trade in Goods atau kesepakatan perdagangan di bidang barang (29 November 2004), Agreement on Trade in Service atau kesepakatan perdagangan di bidang jasa (14 Januari 2007), dan Agreement on Investment atau kesepakatan di bidang investasi (15 Agustus 2007). 
ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) adalah sebuah persetujuan kerjasama ekonomi regional yang mencakup perdagangan bebas antara ASEAN (Assosiation of South East Asian Nation) dengan China. Persetujuan ini telah disetujui dan ditandatangani oleh negara-negara ASEAN dan China pada tanggal 29 November 2004. Dalam kerjasama ini, hambatan-hambatan tarif dan non-tarif dihilangkan atau dikurangi dalam rangka mewujudkan perdagangan bebas dalam kawasan regional ASEAN dan China. Namun, tidak semua anggota ASEAN menyetujui penghapusan tarif dalam waktu bersamaan. ASEAN6 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan filipina menyetujui penghapusan per 1 januari 2010, sedangkan CMLV (Camboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam) baru akan mengeliminasi dan menghapus tarif per 1 Januari 2015.
Tidak hanya itu, negara-negara yang telah menyetujuinya juga akan meningkatkan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi serta meningkatkan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA. Di dalam Framework  Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China,  kedua pihak sepakat akan melakukan kerjasama yang lebih intensif di beberapa bidang seperti pertanian, teknologi informasi, pengembangan SDM, investasi, pengembangan Sungai Mekong, perbankan, keuangan, transportasi, industri, telekomunikasi, pertambangan, energi, perikanan, kehutanan, produk-produk hutan dan sebagainya. Kerjasama ekonomi ini dilakukan untuk mencapai tujuan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.
ACFTA memiliki beberapa  bertujuan, sebagai berikut:
·         Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antaranegara-negara anggota.


·         Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasaserta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi.
·         Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaanyang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota.
·         Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam/CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.
Perjanjian ACFTA ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan KEPPRES Nomor 48 Tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2010. Namun yang jadi kendala utama pelaksanaan berlakunya perjanjian ACFTA di Indonesia, bahwa ternyata banyak pihak yang meminta agar waktu berlakunya perjanjian ini agar direnegoisasi kembali oleh pemerintah, yang menurut prediksi para pelaku bisnis dan pemerhati ekonomi Indonesia akan dapat merontokkan ketahanan ekonomi nasional dari serbuan produk China yang masuk ke Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan China siap menjalin kerjasama terkait ASEAN-China Free Trade Agreement. Ada lima kesepakatan, di antaranya China mengizinkan pembukaan cabang Bank Mandiri dan pinjaman kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), serta membuka fasilitas kredit ekspor untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/JMC) ke-10 di Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Sedangkan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming.  JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan.
JCM ke-10 hari ini dilaksanakan dalam suasana persahabatan dan kerjasama sehingga menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Beberapa hasil kesepakatan tersebut antara lain:
1.      Pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis (pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China.
2.      Kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRC demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan.
3.      Atas permintaan Indonesia, dalam JCM ini delegasi RRC menyetujui pembukaan cabang Bank Mandiri di RRC, sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara.
4.      Kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank (CEB) dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI.

Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI sebagai fasilitas kredit untuk mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara terkait dengan proyek-proyek perdagangan dan investasi dalam berbagai sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua belah pihak termasuk perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek sektor infrastruktur, energi dan konstruksi.
5.      Kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin. Sementara, pembangunan Waduk Jati Gede masih dalam proses. Terdapat pula 6 proyek baru yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit Listrik Tenaga Uap Parit Baru (Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk jalur sepanjang 1.000 km and 200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan; serta konstruksi Jalan Tol antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara); Jembatan Tayan (Kalimantan Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I: Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat); dan Jembatan Kendari (Sulawesi Tenggara).
6.      Kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini.
7.      Membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation) yang antara lain berisi:
a.       Deklarasi Bersama antara Indonesia dan RRT mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara.
b.      Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara.
c.       Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
d.      Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan.
e.       Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut. 

B.       Dampak ACFTA Terhadap Indonesia
Berlakunya ACFTA (Asean-China Free Trade Area) benar-benar merubah orientasi pasar di negara indonesia. Bagaimana tidak, belum separuh kita bekerja memperbaiki kondisi perekonomian bangsa ini sudah diterjang oleh pasar bebas yang mengakibatkan pasar industri jatuh bangun. Pemberlakuan perdagangan bebas seiring dengan globalisasi sebenarnya sudah lama diprediksi. Di era Presiden Suharto, jajaran kabinetnya sudah mendengungkan soal globalisasi perdagangan yang akan diikuti oleh terbentuknya pasar bebas khususnya dengan RRC. Oleh sebab itu Pak Harto buru-buru menegaskan upaya peningkatan kualitas industri kecil dan menengah dengan orientasi meningkatkan daya saing. Ini tertulis di dalam buku Manajemen Presiden Suharto (Penuturan 17 Menteri). Selain itu pembatasan berpolitik bagi warga negara dengan maksud penguatan ekonomi harus didahulukan, setelah itu baru berpolitik. Namun sayang segalanya tak terealisasi seiring jatuhnya Pemerintahan Suharto.
Di dalam perjalannya, Indonesia sebagai anggota ACFTA medapatkan sisi positif dan sisi negatifnya. Adapun sisi positifnya adalah
·   ACFTA akan membuat peluang kita untuk menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yang tidak menjadi peserta ACFTA;
·  Dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan voume perdagangan. Hal ini dimotivasi dengan adanya persaingan ketat antara produsen. Sehingga produsen maupun para importir dapat meningkatkan volume perdagangan yang tidak terlepas dari kualitas sumber yang diproduksi;
Adapun sisi negatifnya adalah:
·  Penurunan  jumlah industry dalam negeri. Kehadiran produk impor dari China telah menimbulkan dampak negative terhadap lima sector industry yaitu logam, permesinan, tekstil, elektronika, dan furniture. Hal ini berakibat pada sejumlah pelaku usaha di lima industry tersebut terpaksa melakukan efisiensi melalui pengurangan tenaga kerja. Pemberlakukan ACFTA lebih banyak menguntungkan China daripada Indonesia.
·  Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu.
·  Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yangsangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.
·  Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.Segalanya bergantung pada asing.
·  Peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangankerja semakin menurun.

Meskipun Cina dan ASEAN telah berupaya meliberasikan perdagangannya, pada kenyataannya tingkat tarif dan hambatan antara keduanya ternyata masih cukup tinggi, sehingga memungkinkan untuk terciptanya trade creation.
Cina memberlakukan tarif rata-rata sebesar 9,4% untuk barang dari ASEAN. Sebaliknya, tarif yang diberlakukan negara ASEAN terhadap barang dari Cina secara rata-rata hanya sebesar 2,3%.
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian ACFTA ini membawa pemerintah melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri dalam negeri salah satunya dengan melakukan peningakatan daya saing, memproteksi produk dalam negeri sehingga produk–produk impor tidak menguasai pasar dalam negeri sehingga mampu tercipta peluang yang lebih besar untuk produk–produk dalam negeri menguasai pasar sendiri serta mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatakan stabilitas ekonomi indonesia.
Komentar
1.      Sebelum ACFTA diberlakukan, pemerintah Indonesia seharusnya melakukan survei opini publik untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai ACFTA. Karena dengan survei, pemerintah dapat mengetahui kekhawatiran mayoritas publik dan ini dapat dijadikan ukuran untuk menilai dampak ACFTA terhadap perdagangan Indonesia dan dari situ pemerintah Indonesia dapat menyiapkan strategi besar apa yang mesti dilakukan untuk menghadapi ACFTA.
2.      Kalau memang pemerintah indonesia tidak mampu berkompetisi dengan China untuk beberapa sektor perdagangan, maka strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan kebijakan safeguard, yakni pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
3.      Guna mengatasi masalah tersebut diatas pemerintah dapat melakukan beberapa hal:
a.       Memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk lebih mencintai produk dalam negeri sambil terus menigkatkan mutu dari produk - produk dalam negeri, agar lebih berkualitas dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
b.      Menciptakan hambatan - hambatan non-tarif. Seperti standarisasi produk asing yang boleh masuk ke Indonesia.
4.      Melihat dari sisi negative yang disebabkan oleh adanya ACFTA ini, maka pemerintah Indonesia harus meningkatkan daya saing agar dapat berkompetisi dengan China. Caranya adalah dengan memperbaiki masalah infrastruktur. Karena tidak mungkin bagi Indonesia untuk bersaing dengan China bila tidak ditopang dengan infrastruktur yang memadai, serta untuk menstabilkan kondisi industri nasional, pemerintah hendaknya mengerti apa yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi.
5.       Pemerintah juga harus meningkatkan penjagaan akan terjadinya penyulundupan karena hal itu sangat merugikan para pengusaha.
6.       Perlu adanya pelatihan kewirausaan untuk menciptakan jiwa kewirausahaan bagi kaum muda sehingga akan bisa menciptakan pengusaha baru.
7.    Walaupun ACFTA banyak membawa pengaruh negatif terhadap industri-industri
dalam negeri akan tetapi Indonesia masih bisa mendapatkan peluang yaitu dengan meningkatkan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri, Indonesia harus jeli melihat peluang yanga ada agar dapat mengambil keuntungan yang mampu menopang perekonomian indonesia. Sementara itu, tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam bidang perdagangan luar negeri adalah bagaimana meningkatkan daya saing terhadap ekonomi negara-negara kawasan yang makin meningkat pertumbuhan dan produktifitasnya.

2.5    MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)

Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagangan bebas antara Negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (MEA).
Karakteristik Dan Unsur Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
1.      Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
2.      Pengakuan kualifikasi profesional;
3.      Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;

Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
1.      Meningkatkan infrastruktur
2.      Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
3.      Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
4.      Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
5.      Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan,
Karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
1.      Pasar dan basis produksi tunggal,
2.      Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3.      Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN  2015
Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015). Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015) merupakan realisasi akhir dari sebuah integrasi ekonomi yang sesuai dengan visi ASEAN 2020, yang didasarkan pada kepentingan bersama Negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang telah ada dan inisiatif baru.
Tujuan utama  dari MEA 2015 yaitu untuk mendorong efisiensi dan daya saing ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam empat hal:
1. ASEAN sebagai aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga kerja terdidik, dan bebas modal (single market and production base)
2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing tinggi (a highly competitive economic region)
3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil menengah (a region of equitable economic development)
4. ASEAN sebagai kawasan terintegrasi (a region fully integrated in to the global economy)
Untuk arus barang sendiri dilakukan dengan menghapuskan bea masuk seluruh barang kecuali barang yang termasuk dalam Sensitive List (SL) dan High Sensitive List (HSL) serta bea masuk produk Priority Integration Sectors (PIS).
Arus jasa dilakukan dengan mengurangi seluruh hambatan dalam perdagangan jasa untuk empat sektor bidang jasa, yaitu ;
1.      Transportasi udara,e-ASEAN
2.      Kesehatan dan pariwisata
3.      Mengurangi seluruh hambatan perdagangan jasa pada 2015.
Sedangkan, untuk liberalisasi arus tenaga kerja dilakukan dengan meberikan fasilitas penerbitan visa dan employment pass bagi tenaga profesi serta tenaga kerja terampil ASEAN yang bekerja di sektor-sektor yang berhubungan dengan perdagangan atau investasi antar Negara ASEAN. Tentunya dengan adanya MEA 2015 ini menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi Negara-negara ASEAN khususnya Indonesia. Peluang, karena produk-produk Indonesia akan mendapat pasar di kawasan ASEAN.
Populasi ASEAN pada 2012 mencapai 617,68 juta jiwa dengan pendapatan domestik bruto 2,1 triliun dolar AS. Jumlah itu menunjukkan potensi besar ASEAN untuk digarap oleh investor. Namun juga menjadi tantangan, karena jika kita tidak siap maka justru produk dari negara ASEAN lainnya yang akan menyerbu Indonesia. Saat ini pun, banyak produk impor yang masuk ke Indonesia. Ada keraguan memang apakah Indonesia akan siap atau tidak dalam mengadapi MEA 2015.
Menurut Ketua Bidang Organisasi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Edy Suandi Hamid ” Indonesia belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, hal ini disebabkan karena daya saing ekonomi nasional dan daerah belum siap”. Mengenai persiapan di dalam negeri, Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo mengatakan bahwa dalam mengahadapi MEA 2015 Indonesia harus memperkuat daya saing, mengamankan pasar domest ikut serta mendorong ekspor .
Akan tetapi, mau tidak mau Indonesia harus siap mengahadapi MEA 2015 karena dengan adanya MEA 2015 ini, secara tidak langsung  masyarakat Indonesia dituntut untuk berkreativitas lagi agar mampu bersaing dengan Negara-negara Anggota ASEAN lainnya. Integrasi ekonomi di ASEAN ini berpeluang menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk memiliki posisi tawar yang kuat dalam konstelasi politik global. Indonesia bahkan diprediksi bahwa  akan menjadi negara dengan tingkat ekonomi terbesar ke tujuh pada 2030. Kenyataan ini dan prediksi ke depan tersebut memberi angin segar dalam membangun optimisme Indonesia menatap masa depan khususnya menjelang berlakunya MEA pada 2015. Perdagangan bebas antar negara di kawasan Asia Tenggara akan membawa hal positif dan negatif bagi masing-masing negara yang terlibat didalamnya. Manfaat MEA 2015 ini yaitu penurunan biaya perjalanan transportasi, menurunkan secara cepat biaya telekomunikasi, meningkatkan jumlah pengguna internet, informasi akan semakin mudah dan cepat diperoleh, meningkatnya investasi dan lapangan kerja.
Sisa waktu yang hanya tinggal bebrapa bulan lagi, hendaknya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah untuk bersiap menghadapi MEA 2015. Tantangan kedepan bagi Indonesia ialah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa bersaing di masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) adalah sebuah persetujuan kerjasama ekonomi regional yang mencakup perdagangan bebas antara ASEAN (Assosiation of South East Asian Na  tion) dengan China. Persetujuan ini telah disetujui dan ditandatangani oleh negara-negara ASEAN dan China pada tanggal 29 November 2004. Dalam kerjasama ini, hambatan-hambatan tarif dan non-tarif dihilangkan atau dikurangi dalam rangka mewujudkan perdagangan bebas dalam kawasan regional ASEAN dan China.
Indonesia sebenarnya belum siap untuk menghadapi MEA 2015 hal ini disebabkan karena daya sainng ekonomi nasional & daerah belum siap. Namun, dengan adanya MEA 2015 akan membawa dampak positif untuk Indonesia  sendiri karena  dituntut agar mampu bersaing dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Dengan demikian Indonesia hanya  perlu membenahi dan membekali masyarakt agar trampil hingga mereka mampu menghadapi pasar bebas MEA 2015 dan membentuk SDM-SDM yang berkualitas.
3.2    Saran
1.  Indonesia harus memperkuat daya saing, mengamankan pasar domestik ikut serta mendorong ekspor.
2.  Pemerintah dan masyrarakat harus saling berkerja sama dalam pembagunan Negara. Pemerintah menfasilitasi masyarakat dan masyarakat menfaatkan dengan sebaik mungkin. Seperti menfasilitasi bidang pendidikan agar mampu menghasilkan SDM-SDM yang berkualitas.
3. Melakukan himbauan tentang MEA 2015 secera merata kepada masyarakat agar masyarakat sendiri punya kesadaran dan turut setra mendorong ekspor Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA












No comments:

Post a Comment